herdermssingkil2

Sejarah Pengadilan

KABUPATEN ACEH SINGKIL

Kabupaten Aceh Singkil adalah sebuah kabupaten yang berada di ujung Barat Daya Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten Aceh Singkil merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan yang diresmikan pada tanggal 27 April 1999 oleh Gubernur Provinsi Aceh Prof. Dr. H. Syamsudin Mahmud, M.Si. Kabupaten ini juga terdiri dari sebelas kecamatan dan dua kecamatan berada di daerah kepulauan yaitu Kecamatan Pulau Banyak dan Kecamatan Pulau Banyak Barat dengan luas wilayah 2.185,00 Km² (dua ribu seratus delapan puluh lima kilometer bujur sangkar)

Kabupaten Aceh Singkil Memiliki Batas Wilayah Sebagai Berikut :

Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Pakpak Bharat (Provinsi Sumatera Utara) dan Kota Subulussalam.
Sebelah Selatan Samudera Indonesia
Sebelah BaratKabupaten Aceh Selatan
Sebelah Timur Kabupaten Tapanuli Tengah (Provinsi Sumatera Utara)
Kabupaten Aceh Singkil memiliki jumlah penduduk sebanyak 126.833 Jiwa(seratus dua puluh enam ribu delapan ratus tiga puluh tiga jiwa).

Penduduk asli kabupaten ini adalah suku Singkil, Aneuk Jamee dan Haloban. Selain itu dijumpai juga suku-suku pendatang seperti suku Aceh, Minang dan Pakpak. Kabupaten Aceh Singkil terkenal dengan nama Tanah Batuah (tanah keramat) yang mana di tanah ini dilahirkan seorang sosok ulama besar sufi seantero dunia yang bernama Syekh Abdurrauf As Singkily, beliau adalah seorang ulama besar sufi Aceh yang menyebarkan agama Islam sampai ke sumatera barat dan nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Kabupaten Aceh Singkil secara alamiah adalah negara pertanian dengan budaya pertanian yang kuat.

Bertani, beternak, berburu ikan dilaut adalah keahlian turun-menurun yang sudah mendarah daging. Teknologi dasar ini sudah dikuasai sejak jaman nenek moyang. Karena budaya pertanian yang telah mendarah daging maka usaha pada sektor pertanian kita sebenarnya dapat dipacu untuk berproduksi sebesarbesarnya. Luasnya lahan,

cadangan air yang melimpah, dan potensi wilayah yang tersedia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang mendukung menjadi obsesi dalam menjadikan Kabupaten Aceh Singkil sebagai pemasok hasil pertanian unggulan di kemudian hari. Kabupaten Aceh Singkil memiliki potensi sumberdaya yang tidak akan pernah habis, dan akan tetap ada sepanjang usia alam itu sendiri yakni Hutan dan laut. Pada umumnya hasil pertanian di Aceh Singkil tanaman kelapa sawit yang telah lebih dahulu mendominasi sebagai tanaman perkebunan rakyat ataupun perkebunan perusahaan yang telah memberikan sumbangan terbesar bagi pendapatan masyarakat. Selain sebagai petani sawit, masyarakat Aceh Singkil berprofesi sebagai Nelayan dan pencari kerang

yang dalam bahasa singkilnya disebut dengan “lokan”. Selain hasil dari potensi darat, Laut juga memberikan peranan yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat khusunya masyarakat yang berada dikecamatan kepulauan.

LAHIRNYA MAHKAMAH SYAR’IYAH SINGKIL

Mahkamah Syar’iyah Singkil telah dibentuk sejak tahun 1961. Pengadilan Agama tingkat pertama dan tingkat banding di Propinsi Daerah Istimewa Aceh semula dibentuk berdasarkan peraturan Pemerintah No.29 tahun 1957 ( Lembaran Negara tahun 1957 No.73 ). Akan tetapi Peraturan Pemerintah tersebut kemudian dicabut kembali dan ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 ( Lembaran Negara tahun 1957 No. 99 ) untuk keseragaman dasar Hukum dan kewenangan Pengadilan Agama/

Mahkamah Syar’iyah diluar Jawa dan Madura.

Berdasarkan Penetapan Menteri Agama No. 58 tahun 1957 sebagai realisasi dari pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957, maka sejak tanggal 1 Desember 1957 Daerah Istimewa Aceh terdapat sebuah Pengadilan Agama tingkat banding dengan nama Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah Propinsi dan 16 buah Pengadilan Agama tingkat pertama. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 62 tahun 1961, sejak tanggal 25 Juli 1961 dibentuk lagi sebuah cabang Pengadilan Agama

yang berkedudukan di Singkil dengan nama Mahkamah Syar’iyah Singkil. Kemudian Mahkamah Syar’iyah Singkil berubah namanya Menjadi Pengadilan Agama Singkil dengan berlakunya Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama.

Dengan berlakunya Undang-Undang tentang Pengadilan Agama tersebut, maka resmi dan kuatlah keberadaan Badan Peradilan Agama di Daerah Istimewa Aceh

( Vide pasal 106 ayat ( 1 ) Undang-Undang No. 7 tahun 1989 ).

Pada tanggal 3 Maret 2003 berubah lagi nama Pengadilan Agama Singkil menjadi Mahkamah Syar’iyah Singkil, Kemudian dengan lahirnya Keputusan Presiden RI Nomor: 11 Tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Provinsi di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam.

Sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Tanggal 06 Oktober 2004, Nomor : 070/K/H/2004, tentang pengalihan sebagian tugas Pengadilan Negeri Ke Mahkamah Syar’iyah, dan Peresmian Operasional Kewenangan Mahkamah Syar’iyah tersebut oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 11 Oktober 2004 di Banda Aceh, maka tugas Mahkamah Syar’iyah melingkupi perkara Perdata dan sebahagian perkara Pidana (Jinayah). Penandatanganan persetujuan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM di Helsinki tanggal 15 Agustus 2005 telah melahirkan UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, yang ikut memperkuat kedudukan Mahkamah Syar’iyah dengan memberi tempat khusus sebagai salah satu alat kelengkapan Pemerinah Aceh yang berfungsi sebagai lembaga yudkatif, dan berdampingan dengan kekuasaan eksekutif dan legislatif daerah.

Mahkamah Syar’iyah merupakan Peradilan Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan pasal 128 s/d 138 UUPA No. 11 Tahun 2006, jo. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 Tahun 2002 jo. KEPPRES No. 11 Tahun 2003.

VISI DAN MISI :

Visi Mahkamah Syar’iyah singkil “Terwujudnya Mahkamah Syar’iyah Singkil yang agung”. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan beberapa misi sebagai berikut:

1.Menjaga kemandirian badan peradilan
2.Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan
3.Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan
4.Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan 

Kewenangan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah berdasarkan pasal 49 huruf (a) UU Nomor 7 tahun 1989 yang dirubah dengan UU Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 yaitu:

1.Cerai talak
2.Cerai gugat
3.Dispensasi nikah
4Pemeliharaan dan nafkah anak
5.pembatalan Perkawinan
6.Ralat salah tulis buku nikah
7.Pengesahan Perkawinan/istbat nikah
8.Harta bersama
9.wali adhal
10.Penetapan ahli waris
11.izin poligami
12.Pengajuan Ta’lik Talak
13.Pencegahan Perkawinan
14.Penolakan Perkawinan
15.Perkawinan Campuran
16.Talak Khulu’
17.Syiqaq
18.Li’an
19.Asal Usul Anak
20.Perwalian
21.Pengangkatan Anak
22.Kewarisan
23.Wasiat dan Hibah
24.Wakaf
25.Syarat pengajuan Sengketa Ekonomi Syari’ah
26.Syarat pengajuan Sengketa Zakat, Infaq dan Shadaqah


Selain itu Kewenangan Mahkamah Syar’iyah Aceh berdasarkan Qanun Provinsi Aceh Nomor 10 tahun 2002 pasal 49 huruf (c) dan Undang-undang Pemerintahan

Aceh Nomor 11 Tahun 2006 tentang Peradilan Syari’at Islam dan pelaksanaannya dimana Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama, dalam bidang :

1.ahwal al – syakhshiyah;
2.mu’amalah;
3.jinayah